bersemai.org

Munari dan yang Tersisa

Pada tahun 1944, saya lahir di Batangan, Pati. Ketika remaja, saya membantu orang tua saya bekerja di sawah, antara tahun 1960 sampai 1964. Saya seorang penyintas tragedi 1965. Memang, dahulu saya aktif di Pemuda Rakyat. Tetapi sebenarnya ketika terjadi peristiwa G30S, saya tidak tahu apa-apa. Karena peristiwa itu lah, saya ditangkap dan dipenjara dari satu tempat ke tempat lain. Saya ditahan.

Saya ditahan sejak akhir tahun 1965 di Pati. Saya ditahan selama dua tahun tanpa diberi makan. Beruntung, keluarga saya masih mengirim makanan untuk saya. Pada tahun 1967 saya dipekerjakan secara paksa dan berpindah-pindah. Saya disuruh kerja tanpa diberi upah maupun makanan. Pekerjaan itu diantaranya adalah memperbaiki jalan, membuat parit, dan pembuatan gamping. Ternyata, saya harus mengalami pembuangan ke Pulau Buru. Itu terjadi pada tahun 1970. Sebelum sampai di Pulau Buru, saya dibawa ke Nusakambangan dan ditahan di sana selama 40 hari. Penderitaan bertambah ketika di Nusakambangan. Saya hanya diberi makan jagung selama di sini. Saya pernah tiba-tiba pingsan padahal besoknya akan menuju Pulau Buru.

Setelah sampai Pulau Buru, saya dipekerjakan paksa untuk membuka hutan rimba. Pulau Buru menjadi tempat pengasingan bagi tahanan politik berat, meski saya merasa tidak tahu apa-apa. Cukup banyak tahanan yang berasal dari Pati. Di Pulau Buru, saya ditahan di unit 7 dipindah di unit 13 lalu ke unit S di Pulau Buru. Saya dibebaskan tahun 1979.

Di keluarga saya, tidak hanya saya yang menjadi korban. Paman saya juga menjadi korban. Dia dieksekusi di tengah hutan Barisan di Kecamatan Jaken. Lokasi seperti itu biasa disebut sebagai kuburan massal. Dari kuburan massal itu ada 3 lubang eksekusi, tapi hanya 1 lubang yang digunakan untuk mengubur korban yang berjumlah 25 orang. Korban itu yang diketahui identitasnya hanya 3 orang, salah satunya paman saya. Korban lainnya tidak diketahui siapa. Informasi ini saya dapatkan dari salah seorang saksi mata.

Sampai sekarang, saya terkadang masih diawasi oleh “intel”. Terkadang mereka datang ke rumah saya. Suatu ketika, intel datang dengan membawa makanan dan diberikan kepada saya. Saya merasa, mereka sebenarnya hanya menjalankan perintah dari atasan yang harus dipatuhi. Di luar itu, saya sekarang aktif di Keluarga dalam Sejarah (KDS) bersama beberapa penyintas di Pati. Salah satu kawan saya di KDS juga ditahan di Pulau Buru, namanya Midi.

—∗—

This content was produced by bersemai.org.
The grant funding for the project is from the “Staying Resilient Amidst Multiple Crises in Southeast Asia” Small Grants Program,
an initiative of SEA Junction with support of the CMB Foundation.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *