Sejarah Barutikung tidak bisa dilepaskan dari narasi kejayaan Kota Semarang di masa lalu sebagai kota pelabuhan. Barutikung berada di kawasan hilir Kali Semarang yang pada zaman Hindia-Belanda merupakan pelabuhan Semarang. Boom Lama yang sekarang secara administratif berada di Kelurahan Kuningan merupakan salah satu sisa-sisa dari peradaban laut di Semarang setidaknya hingga tahun 1860-an. Boom Lama selain tempat untuk menambatkan kapal juga sebagai tempat untuk bongkar muat dan pembayaran bea.
Gambaran singkat tentang masyarakat sekitar dapat merujuk pada penjelasan Amen Budiman yang juga mengutip dari buku The East Seas or Voyages and Adventures on the Indian Archipelago in 1832 —33 —34 karya George W. Earl, seorang kapten kapal, ahli hukum, pakar bahasa dan penulis kebangsaan Inggris yang mengunjungi Jawa pada tahun 1830-an. Dalam buku Sejarah Semarang (2021) itu, Amen Budiman menuliskan jika di perairan muara Kali Semarang yang dangkal terdapat rumah-rumah dari bambu yang dibangun di atas tiang-tiang milik para nelayan.1
Gambaran serupa juga pernah ditulis oleh seorang dokter dan ahli perikanan Belanda bernama Pieter Bleeker yang dalam artikel berjudul Fragmenten eener Reis over Java, Reis langs de Noordkust van Midden-Java Samarang (1850). Kawasan pantai merupakan sebuah distrik yang membentang di sebelah barat sungai antara kota tua dan laut. Semakin mendekati pantai, kondisi distrik berupa rawa-rawa tidak berpenghuni. Setiap tahun area rawa meluas ke arah laut yang merupakan akibat dari sedimentasi yang tinggi dan berbiaknya tanaman Acanthus ilicifolius di permukaan rawa. Beberapa bagian rawa sudah diubah warga menjadi tambak ikan.2
Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa Barutikung merupakan sebuah daratan baru akibat dari keringnya tanah sedimentasi yang ada di kawasan bantaran Kali Semarang. Selanjutnya perkembangan kawasaan yang hari ini membentuk Kelurahan Bandarharjo tak bisa dipisahkan dari pembangunan pelabuhan baru Semarang. Pada 1872 pemerintah membangun kanal dari sudetan Kali Semarang yang digunakan sebagai pelabuhan baru yang dapat diakses untuk bongkar muat kapal-kapal besar dan sekaligus bisa langsung diangkut menuju pusat kota (Jembatan Berok), yang diberi nama Nieuwe Havenkanaal atau yang hari ini dikenal dengan sebutan Kali Baru. Sejauh penelusuran, istilah ‘tikoeng baroe’ sendiri sudah ada pada koran yang terbit pada tahun 1878 yang merujuk pada kawasan pergudangan di sekitar Kali Baru.
Peningkatan volume kapal yang bersandar dari luar negeri, baik kapal uap maupun kapal layar pasca pembangunan kanal baru tersebut tentunya berpengaruh pada tingkat aktivitas ekspor-impor komoditas yang mempengaruhi perputaran roda perekonomian.
Ingatan tentang kapal-kapal dan suasana riuhnya pelabuhan samar-samar masih bisa dirasakan oleh Dhe Soni, seorang warga Jalan Cumi-cumi yang rumahnya hanya beberapa langkah saja dari Kali Baru. Di akhir dekade 1970-an, saat masih kanak-kanak, ia masih bisa melihat kapal-kapal asing bersandar di bantaran Kali Baru dengan awak kapal orang-orang bule (untuk menyebut orang berkulit putih) yang sering riwa-riwi di sekitar kampungnya. Hal lain yang mengesankan baginya adalah sebuah jembatan yang dapat membuka-menutup jika ada kapal yang ingin melintas–sejenis drawbridge yang banyak terdapat di kota-kota sungai–yang berada di tepat di depan jalan masuk ke kampungnya. Sebelum tahun 1973, perahu-perahu kecil masih bisa melintas Kali Baru dan melakukan bongkar-muat di Pasar Johar via Jembatan Berok. Tahun 2012 aliran Kali Baru yang mengarah ke laut diurug, tidak tahu dengan alasan apa.
Romantisme demikian juga dimiliki oleh mbah Jiman, salah seorang tua di Barutikung. “Bagus airnya, mas. Airnya bening, biru. Makanya (nanti) setiap sore pasang, kalau jam 7 (pagi -red) surut” kenang mbah Jiman sambil menunjuk Kali Baru yang tepat berhadapan dengan rumahnya. Mbah Jiman juga bercerita tentang daerah Barutikung tempo dulu, sebuah kawasan yang ramai yang kalau pagi banyak tentara yang melakukan gerak jalan, kalau malam banyak penjual makanan. Ia juga dengan baik bercerita tentang pasar malam yang ada di Kampung Ujung pada waktu ia masih muda.
+++++
Leave a Reply