Barutikung dan Hal-hal yang Tidak (Ingin) Diketahui – Bagian 5
Ada analisa lain yang ditawarkan guna memahami sejarah sosial di Barutikung. Stigma yang dilekatkan pada kawasan tersebut merupakan bagaimana watak kolonial mencoba meminggirkan elemen-elemen yang tidak ingin patuh pada kekuasaan atau kekuatan tertentu, hegemoni negara misalnya.
Dari ilustrasi sejarah pada bagian sebelumnya, dapat dilihat bagaimana proses pergumulan yang terjadi di Barutikung dalam berbagai rentang waktu: zaman kolonial, zaman Revolusi Indonesia, dan zaman Orde Baru. Barutikung menjadi medan laga dalam pertempuran melawan hegemoni sekaligus rumah bagi orang-orang yang kalah dan putus asa. Ketidakpatuhan itu kemudian dipeyorasi oleh sang pemenang pertempuran dan dihadirkan kembali kepada publik melalui stigma-stigma buruk yang dilanggengkan guna menyembunyikan tumpukan konflik yang sebenarnya.
Pengalaman-pengalaman yang dialami kawan-kawan di Barutikung membuat mereka berpikir ulang tentang eksistensi sebagai manusia dan sebagai warga negara. Memiliki kesadaran tentang apa yang terjadi dengan diri mereka, beberapa kawan-kawan tersebut berinisiatif untuk melakukan upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi melalui beberapa kegiatan yang sifatnya mengajak orang luar guna menengok Barutikung hari ini, Barutikung yang sudah berbenah dan muak dengan stigma yang menimpa mereka.
Meski aksi-aksi yang melibatkan tindak kekerasan dan kenakalan remaja masih sering terjadi, Barutikung dua puluh tahun terakhir ini adalah kawasan yang mencoba berbenah. Melalui aktivitas-aktivitas seni seperti membuat festival musik, pemutaran film, mural bersama, hingga aktivitas-aktivitas kedermaan seperti Food not Bomb atau Pasar Gratis, mereka melakukan upaya dialog dengan orang luar dan membuktikan bahwa stigma yang selama ini orang pikirkan itu tidak sepenuhnya tepat.
Ada upaya untuk menjadikan ingatan dan pengalaman harian sebagai bagian dari pengetahuan kolektif yang dapat dimiliki oleh siapa saja. Melalui Barutikung Night Trip, teman-teman di Barutikung mencoba berbagi tentang apa yang mereka alami sekaligus belajar tentang kompleksitas yang terjadi dengan mereka. Barutikung Night Trip adalah sebuah inisiatif mengenali kampung sebagai ‘totem’ bersama dengan cara berjalan-jalan malam mengelilingi situs-situs yang dimiliki kampung. Dengan mengajak orang lain dari luar Barutikung, aktivitas ini diharapakan mampu memantik dialog setara dan interaktif antara yang mengalami dengan yang memaknai. Cerita, peristiwa, dan pengetahuan mengenai Barutikung dipahami dari kehadiran (tubuh) langsung di lokasi. Perasaan mengalami langsung ini yang kemudian diamplifikasikan untuk menjadi wacana komunikasi lebih lanjut.
Komunikasi yang terjadi selama perjalanan lantas didokumentasikan dan dijadikan bahan refleksi bersama. Melalui upaya penerbitan dokumentasi ini, kami mengajak semua orang untuk bersama-sama memaknai ulang apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Bagaimana peristiwa yang terjadi pada masa lampau turut membentuk apa yang orang pahami hari ini, secara sosial maupun spasial. Bagaimana kita (aspek manusia) dan kota (aspek sosial-kultural-ekonomi-politik) secara sengaja maupun tidak menjadi ‘pelaku’ dalam pelanggengan stigma buruk yang berujung pada diskriminasi sosial. Namun juga harus dipahami bahwa proses rehabilitasi bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan proses jangka panjang yang memerlukan usaha keberlanjutan. Terbitan ini juga diharapkan dapat menjadi bara api yang memantik inisiatif-inisiatif baru serta hal-hal apa yang dapat dilakukan ke depannya untuk merepon temuan-temuan.
Barutikung Night Trip, sebuah inisiatif mengenal kampung dengan cara jalan-jalan malam mengelilingi situs-situs yang dimiliki kampung bersama teman-teman di luar Barutikung. Komunikasi yang terjadi selama perjalanan lantas di dokumentasikan dan dijadikan bahan refleksi bersama. Gagasan yang ingin coba didorong dari Barutikung Night Trip adalah rehabilitasi stigma terhadap Barutikung melalui dialog antara orang yang mendapat stigma dengan orang secara sadar maupun tidak sadar melanggengkan hal tersebut yang kemudian berujung pada diskriminasi sosial. Namun harus dipahami juga bahwa proses rehabilitasi ini bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan proses jangka panjang yang memerlukan upaya terus menerus. Melalui upaya penerbitan dokumentasi ini, kami mengajak semua orang untuk bersama-sama memaknai ulang apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Bagaimana peristiwa yang terjadi pada masa lampau turut membentuk apa yang orang pahami hari ini, secara sosial maupun spasial. Terbitan ini juga diharapakan dapat menjadi api pemantik inisiatif-inisiatif baru serta hal-hal apa yang dapat dilakukan ke depannya untuk merepon temuan-temuan.
+++++
Leave a Reply